Nama : Diah Ayu Lestari
NPM : 11110946
Nama Dosen : Rifki Amalia
Mata Kuliah : Etika & Profesionalisme TSI
UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik) adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Pokok-Pokok Pikiran dalam RUU ITE
Kemajuan
spektakuler di bidang teknologi komputer berupa internet berdampak besar pada
globalisasi informasi yang menjadi pilar utama perdagangan dan bisnis
internasional. Teknologi informasi selalu menghadapi tantangan baru dan selalu
ada sesuatu hal baru yang perlu dpelajari agar bisa menjawab tantangan baru
yang selalu mucul dalam kurun waktu yang sangat cepat.
Hukum
lahir menyertai perkembangan masyarakat untuk menjamin adanya ketentraman hidup
bermasyarakat. Demikian halnya dengan hukum perdangangan internasional yang
berbasis teknologi informasi, setiap transaksi elektronik perlu diatur dalam
suatu peraturan perundang-undangan yang baru yaitu UU Informasi dan Transaksi
Elektronik Np. 11 tahun 2008.
Pokok
pikiran dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terdapat dalam pasal
– pasal di bawah ini :
- Pasal 8 Pengakuan Informasi Elektronik
- Pasal 9 Bentuk Tertulis
- Pasal 10 Tanda tangan
- Pasal 11 Bentuk Asli & Salinan
- Pasal 12 Catatan Elektronik
- Pasal 13 Pernyataan dan Pengumuman Elektronik
Transaksi
Elektronik terdapat dalam pasal-pasal berikut ini :
- Pasal 14 Pembentukan Kontrak
- Pasal 15 Pengiriman dan Penerimaan Pesan
- Pasal 16 Syarat Transaksi
- Pasal 17 Kesalahan Transkasi
- Pasal 18 Pengakuan Penerimaan
- Pasal 19 Waktu dan lokasi pengiriman dan penerimaan pesan
- Pasal 20 Notarisasi, Pengakuan dan Pemeriksaan
- Pasal 21 Catatan Yang Dapat Dipindahtangankan
Implikasi
Pemberlakuan RUU ITE
Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum
atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi
maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman
hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para
pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan
kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital
sebagai bukti yang sah di pengadilan.
Penyusunan
materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua
institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen
Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan
Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB
yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi
(RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Transaksi
Elektronik.
Kedua
naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh
Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah), sehingga namanya
menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan
oleh DPR.
Kronologis
perjalanan UU ITE
Perjalanan
UU ITE memerlukan waktu yang lama (5 tahun). Hal ini menyebabkan UU ITE menjadi
sangat lengkap karena RUU ITE telah melalui banyak pembahasan dari banyak
pihak. Sehingga konsultan yang disewa oleh DEPKOMINFO pun menilai bahwa UU ITE
ini terlalu ambisius karena Indonesia adalah negara satu-satunya di dunia yang
hanya mempunyai satu Cyber Law untuk mengatur begitu luasnya cakupan masalah
dunia Cyber, sementara negara lain minimal memiliki tiga Cyber Law. Namun Bapak
Cahyana sebagai pemateri malah bersyukur dengan keadaan ini.
Beliau
menjelaskan lebih lanjut kondisi nyata di lapangan, betapa berbelitnya proses
pengesahan suatu RUU di DPR. Sehingga bagi Indonesia lebih baik memiliki satu
Cyber law saja sehingga DEPKOMINFO lebih leluasa menindak lanjuti UU ITE dengan
membuat Peraturan Pemerintah yang masing-masing mengatur hal-hal yang lebih
detail.
Latar
belakang Indonesia Memerlukan UU ITE
Latar
belakang Indonesia memerlukan UU ITE karena:
- Hampir semua Bank di Indonesia sudah menggunakan ICT. Rata-rata harian nasional transaksi RTGS, kliring dan Kartu Pembayaran di Indonesia yang semakin cepat perkembangannya setiap tahun.
- Sektor pariwisata cenderung menuju e-tourism ( 25% booking hotel sudah dilakukan secara online dan prosentasenya cenderung naik tiap tahun).
- Trafik internet Indonesia paling besar mengakses Situs Negatif, sementara jumlah pengguna internet anak-anak semakin meningkat.
- Proses perijinan ekspor produk indonesia harus mengikuti prosedur di negera tujuan yang lebih mengutamakan proses elektronik. Sehingga produk dari Indonesia sering terlambat sampai di tangan konsumen negara tujuan daripada kompetitor.
- Ancaman perbuatan yang dilarang (Serangan (attack), Penyusupan (intruder) atau Penyalahgunaan (Misuse/abuse) semakin banyak.
Dari
Pasal – pasal diatas, semua adalah yang mencakup di dalam Rancangan
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Segala aspek yang
diterapkan dalam perdagangan dan pemberian informasi melalui Elektronik sudah
dijelaskan dalam pokok pikiran RUU tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar