Nama : Diah Ayu Lestari
NPM : 11110946
Nama Dosen : Martani
Mata Kuliah : Teori Organisasi Umum 2
Pendahuluan
Latar Belakang
Ilmu pengetahuan
dan teknologi selalu berkembang dan memiliki kemajuan seiring berjalannya waktu. Berkembangnya
teknologi dikarenakan sumber daya manusia yang baik. Sumber daya manusia
dihasilkan dari pendidikan seseorang sejak dini. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, tetapi Indonesia dalam bidang pendidikan dapat dikatakan
tidak sukses, hal ini dibuktikan dari siswa/siswi Indonesia yang memilih
menjalani pendidikan di luar negeri dari pada di negerinya sendiri.
Kualitas pendidikan di Indonesia
saat ini sangat memprihatinkan. Bisa dilihat dari data UNESCO (2000) tentang peringkat
Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari
peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang
menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia di Indonesia semakin menurun. Di antara 174 negara di
dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998),
dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic
Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12
negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan
The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang
rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di
dunia. Dan masih menurut survei dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat
sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Saat-saat ini
pendidikan Indonesia sedang mendapat perhatian dari banyak kalangan masyarakat
bukan hanya karena prestasinya tetapi lebih kepada kualitas dari pendidikan itu
dan juga fasilitas yang diberikan pemerintah. Fasilitas yang diberikan
pemerintah tidak merata untuk setiap daerah, terlihat dari pendidikan di
kota-kota besar lebih mendapat fasilitas dari pada pendidikan yang terdapat di
daerah-daerah terpencil. Seharusnya semua anak di Indonesia di setiap daerah
berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan fasilitas yang baik dari pemerintah,
karena ini juga untuk masa depan bangsa Indonesia untuk mengembangkan sumber
daya manusia.
Rumusan Masalah
Permasalahan
pendidikan di Indonesia cukup banyak, dilihat dari berita-berita di media cetak
maupun elektronik yang sedang mengangkat keadaan pendidikan di Indonesia,
berita-berita yang ada merupakan keadaan nyata di Indonesia yang sebelumnya
tidak dipublikasikan, tetapi semakin dengan meningkatnya teknologi
berita-berita itu mudah sekali untuk di publikasikan kepada masyarakat Indonesia.
Dalam tulisan
ini akan membahas beberapa permasalahan yang timbul dalam pendidikan di
Indonesia, diantaranya :
·
Bagaimana ciri-ciri pendidikan di Indonesia
·
Bagaimana keadaan pendidikan di Indonesia
·
Bagaimana perkembangan kualitas pendidikan di Indonesia
·
Apa saja permasalahan yang ada dalam berjalannya pendidikan di Indonesia
·
Faktor apa saja
yang mempengaruhi permasalahan yang ada
·
Bagaimana solusi
dalam menghadapi permasalahan yang ada
Pembahasan
Ciri-Ciri Pendidikan di Indonesia
Cara
melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan
pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah
pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia.
Contohnya dari aspek keTuhanan sudah dikembangkan dengan
banyak cara seperti melalui pendidikan-pendidikan agama di sekolah maupun di
perguruan tinggi, ceramah-ceramah agama di masyarakat, kehidupan beragama di
asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar agama dan acara
keagamaan seperti di
televisi, radio, surat kabar dan sebagainya. Bahan-bahan yang diserap melalui
media itu akan berintegrasi dalam rohani para siswa/mahasiswa.
Pengembangan
pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan
tinggi melalui bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa
diasah dengan cara memecahkan
soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta
menyimpulkannya.
Keadaan Pendidikan di Indonesia
Secara umum pendidikan dapat
diartikan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat.
Pendidikan bertujuan untuk
menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki
pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan
mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagi lingkungan.
Tujuan pendidikan ini sudah
mencakup seluruh aspek individu yang perlu dikembangkan dan ditumbuhkan. Mulai
dari spiritual, kepribadian, pikiran, kemauan, perasaan, keterampilan, sosial,
sampai dengan jasmani dan kesehatan perlu dilayani untuk dikembangkan dan
ditumbuhkan. Inilah yang dimaksud dengan perkembangan total, mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya tetapi jika pendidikan di Indonesia tidak dapat
berkembang dan mengikuti zaman teknologi yang terus maju, tujuan pendidikan itu
hanya angan-angan saja. Untuk daerah-daerah kecil di Indonesia mendapatkan
pendidikan yang layak itu sulit, jika pendidikan saja sulit didapatkan tidak
akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berkarakter.
Beberapa
langkah yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia, antara lain :
- Meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia yang dapat dilihat dari angka partisipasi.
- Menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti dikota dan didesa.
- Meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional.
- Pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan dibidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan dalam dunia kerja.
- Pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan sekolah-sekolah.
- Pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan.
- Penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.
- Pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas pendidikan.
Pemerintah telah melaksanakan
kewajibannya terhadap rakyatnya dengan menyelenggarakan pendidikan, apalagi
dengan adanya dogma “mencerdaskan kehidupan bangsa” yang tertulis dalam pembukaan
UUD 1945. Pendidikan model pemerintah yang ditawarkan kepada rakyat melalui
lembaga-lembaga pendidikan, sudah memberikan konstribusi banyak terhadap
bangsa, mulai dari jenjang paling bawah sampai paling tinggi. Anggaran
pendidikan pun menjadi fokus utama usaha pemerintah dalam penataan anggaran
belanja negara, kualitas guru ditingkatkan, dan dilakukannya
pembenahan-pembenahan lain agar pendidikan di Indonesia dapat membuahkan hasil yang
diharapkan. Namun, dalam upaya pemerintah ini tidak luput dari
permasalahan-permasalahan yang telah menyebabkan kondisi pendidikan di
Indonesia yang bervariasi. Kondisi pendidikan di Indonesia dipengaruhi beberapa
hal yang menyerangnya, yaitu politisasi pendidikan, komersialisasi pendidikan,
sekulerisasi pendidikan, dan overspesialisasi pendidikan.
Di Indonesia cukup banyak sekolah dan universitas
masuk dalam kriteria memiliki sarana bagus, kurikulum pelajaran mencontoh
negara maju dan jumlah pengajar dengan gelar bergengsi lulusan luar negeri atau
sekolah ternama (serta yang harus dibenahi juga cukup banyak), sehingga
nampaknya pendidikan Indonesia sudah unggul. Namun dalam hal apa pun, termasuk
pendidikan, ukuran keunggulan sesungguhnya adalah kualitas, bukan kuantitas.
Jika hanya copy-paste ilmu pengetahuan dan teknologi dari negara atau
pengajar lain kemudian diajarkan kembali, tidak mungkin unggul dibanding negara
atau pengajar asalnya.
Sejarah membuktikan banyak orang yang
berpengaruh besar bagi kemajuan dunia dengan keadaan sarana terbatas, merombak
ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada dan belajar sendiri. Kadang, mereka
orang biasa dan tidak berpendidikan formal di bidang itu. Hanya saja dengan
susah payah, kerja keras dan pantang menyerah. Intinya, tanpa ada milik
(Indonesia) sendiri penemuan baru materi ajar paling unggul di
bidangnya, tak akan pernah unggul dari yang lain. Ini
yang susah dan harus dicari.
Perkembangan Kualitas Pendidikan di Indonesia
Pada jaman kolonial
pendidikan hanya diberikan kepada para penguasa serta kaum feodal. Pendidikan
rakyat cukup diberikan untuk memenuhi kebutuhan dasar penguasa kolonial.
Pendidikan diberikan hanya terbatas kepada rakyat di sekolah-sekolah kelas 2
atau ongko loro tidak diragukan mutunya. Sungguh pun standar yang dipakai untuk
mengukur kualitas rakyat pada waktu itu diragukan karena sebagian besar rakyat
tidak memperoleh pendidikan, namun demikian apa yang diperoleh pendidikan
seperti pendidikan rakyat 3 tahun, pendidikan rakyat 5 tahun, telah
menghasilkan pemimpin masyarakat bahkan menghasilkan pemimpin-pemimpin gerakan nasional.
Pendidikan kolonial untuk golongan bangsawan serta penguasa tidak diragukan
lagi mutunya. Para pemimpin nasional kita kebanyakan memperoleh pendidikan di
sekolah-sekolah kolonial bahkan beberapa mahasiswa yang dapat melanjutkan di
Universitas terkenal di Eropa. Dalam sejarah pendidikan dapat kita katakan
bahwa intelegensi bangsa Indonesia tidak kalah dengan kaum penjajah. Masalah
yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada waktu itu adalah kekurangan kesempatan
yang sama yang diberikan kepada semua anak bangsa. Oleh sebab itu di dalam
Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan dengan tegas bahwa pemerintah akan menyusun
suatu sistem pendidikaan nasional untuk rakyat, untuk semua bangsa.
Era Orde Lama
Masa revolusi pendidikan
nasional mulai meletakkan dasar-dasarnya. Pada masa revolusi sangat terasa
serba terbatas, tetapi bangsa kita dapat melaksanakan pendidikan nasional
sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Kita dapat merumuskan Undang Undang
Pendidikan No. 4/1950 no. 12/ 1954. Kita dapat membangun sistem pendidikan yang
tidak kalah mutunya. Para pengajar dan pelajar melaksanakan tugasnya dengan
sebaik-baiknya walaupun serba terbatas. Dengan segala keterbatasan itu memupuk
pemimpin-pemimpin nasional yang dapat mengatasi masa pancaroba seperti
rongrongan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sayang sekali pada
akhir era ini pendidikan kemudian dimasuki oleh politik praktis atau mulai
dijadikan kendaraan politik. Pada masa itu dimulai pendidikan indoktrinasi
yaitu menjadikan pendidikan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan Orde
Lama. Pada Orde Lama sudah mulai diadakan ujian-ujian negara yang terpusat
dengan sistem kolonial yang serba ketat tetapi tetap jujur dan mempertahankan
kualitas. Hal ini didukung karena jumlah sekolah belum begitu banyak dan
guru-guru yang ditempa pada zaman kolonial. Pada zaman itu siswa dan guru
dituntut disiplin tinggi. Guru belum berorientasi kepada yang material tetapi
kepada yang ideal. Citra guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang
diciptakaan era Orde Baru sebenarnya telah dikembangkan pada Orde Lama. Kebijakan
yang diambil pada Orde Lama dalam bidang pendidikan tinggi yaitu mendirikan
universitas di setiap provinsi. Kebijakan ini bertujuan untuk lebih memberikan
kesempatan memperoleh pendidikan tinggi.
Dalam era ini dikenal
sebagai era pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan,
khususnya pendidikan dasar terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan
adanya INPRES Pendidikan Dasar. Tetapi sayang sekali INPRES Pendidikan Dasar
belum ditindaklanjuti dengan peningkatan kualitas tetapi baru kuantitas. Selain
itu sistem ujian negara (EBTANAS) telah berubah menjadi bumerang yaitu penentuan
kelulusan siswa menurut rumus-rumus tertentu. Akhirnya di tiap-tiap lembaga
pendidikan sekolah berusaha untuk meluluskan siswanya 100%. Hal ini berakibat
pada suatu pembohongan publik dan dirinya sendiri dalam masyarakat. Oleh sebab
itu era Orde Baru pendidikan telah dijadikan sebagai indikator palsu mengenai
keberhasilan pemerintah dalam pembangunan.
Dalam era pembangunan
nasional selama lima REPELITA yang ditekankan ialah pembangunan ekonomi sebagai
salah satu dari TRILOGI pembangunan. Maka kemerosotan pendidikan nasional telah
berlangsung. Dari hasil manipulasi ujian nasional sekolah dasar kemudian
meningkat ke sekolah menengah dan kemudian meningkat ke sekolah menengah
tingkat atas dan selanjutnya berpengaruh pada mutu pendidikan tinggi. Walaupun
pada waktu itu pendidikan tinggi memiliki otonomi dengan mengadakan ujian masuk
melalui UMPTN, tetapi hal tersebut tidak menolong. Pada akhirnya hasil EBTANAS
juga dijadikan indikator penerimaan di perguruan tinggi. Untuk meningkatkan
mutu pendidikan tinggi maka pendidikan tinggi negeri mulai mengadakan
penelusuran minat dari para siswa SMA yang berpotensi. Cara tersebut kemudian
diikuti oleh pendidikan tinggi lainnya.
Di samping perkembangan pendidikan tinggi dengan usahanya untuk mempertahankan dan meningkatkan mutunya pada masa Orde Baru muncul gejala yaitu tumbuhnya perguruan tinggi swasta dalam berbagai bentuk. Hal ini berdampak pada mutu perguruan semakin menurun walaupun dibentuk KOPERTIS-KOPERTIS (Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta) sebagai bentuk birokrasi baru.
Indonesia sejak tahun 1998
merupakan era transisi dengan tumbuhnya proses demokrasi. Demokrasi juga telah
memasuki dunia pendidikan nasional antara lain dengan lahirnya Undang-Undang No
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam bidang pendidikan bukan
lagi merupakan tanggung jawab pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada
tanggung jawab pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang – Undang No 32
tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, hanya beberapa fungsi saja yang tetap
berada di tangan pemerintah pusat. Perubahan dari sistem yang sentralisasi ke
desentralisasi akan membawa konsekuensi-konsekuensi yang jauh di dalam penyelenggaraan
pendidikan nasional.
Selain perubahan dari
sentralisasi ke desentralisasi yang membawa banyak perubahan juga bagaimana
untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam menghadapi persaingan bebas
abad ke-21. Kebutuhan ini ditampung dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, serta pentingnya tenaga guru dan dosen sebagai ujung
tombak dari reformasi pendidikan nasional. Sistem Pendidikan Nasional Era
Reformasi yang diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 diuraikan dalam
indikator-indikator akan keberhasilan atau kegagalannya, maka lahirlah
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang
kemudian dijelaskan dalam Permendiknas RI.
Di dalam masyarakat
Indonesia, dewasa ini muncul banyak kritikan baik dari praktisi pendidikan
maupun dari kalangan pengamat pendidikan mengenai pendidikan nasional yang
tidak mempunyai arah yang jelas. Dunia pendidikan sekarang ini bukan merupakan
pemersatu bangsa tetapi merupakan suatu ajang pertikaian dan persemaian
manusia-manusiaa yang berdiri sendiri dalam arti yang sempit, mementingkan diri
dan kelompok.
Menurut H.A.R. Tilaar, hal
tersebut disebabkan adanya dua kekuatan besar yaitu kekuatan politik dan
kekuatan ekonomi. Kekuatan Politik : Pendidikan masuk dalam subordinasi dari
kekuatan-kekuatan politik praktis, yang berarti pendidikan telah dimasukkan ke
dalam perebutan kekuasaan partai-partai politik, untuk kepentingan kekuatan
golongannya. Pandangan politik ditentukan oleh dua paradigma yaitu paradigma
teknologi dan paradigma ekonomi. Paradigma teknologi mengedepankan pembangunan
fisik yang menjamin kenyaman hidup manusia. Paradigma ekonomi lebih
mengedepankan pencapaian kehidupan modern dalam arti pemenuhan-pemenuhan
kehidupan materiil dan mengesampingkan kebutuhan non materiil duniawi.
Kekuatan Ekonomi : Manusia Indonesia tidak terlepas
dari modernisasi seperti teknologi informasi dan teknologi komunikasi.
Neoliberalisme pendidikan membawa dampak positif dan negatif. Positifnya yaitu
pendidikan menunjang perbaikan hidup dan nilai negatifnya yaitu mempersempit
tujuan pendidikan atas pertimbangan efisiensi, produksi, dan menghasilkan
manusia-manusia yang dapat bersaing, yaitu pada profit orientit yang mencari
keuntungan sebesar-besarnya terhadap investasi yang dilaksanakan dalam bidang
pendidikan. Demi mencapai efisiensi dan kualitas pendidikan maka disusunlah
beberapa upaya standardisasi. Untuk usaha tersebut maka muncul konsep-konsep
seperti : Ujian Nasional. Dalam menyusun RENSTRA (Rencana Strategis) Departemen
Pendidikan Nasional tahun 2005 – 2009 lebih menekankan pada manajemen dan kepemimpinan
bukan masalah pokok yaitu pengembangan anak Indonesia. Anak Indonesia dijadikan
obyek, anak Indonesia bukan merupakan suatu proses humanisasi. Anak Indonesia
dijadikan alat untuk menggulirkan suatu tujuan ekonomis yaitu pertumbuhan,
keterampilan, penguasaan skill yang dituntut dalam pertumbuhan ekonomi.
- Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga sangat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di
Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Meskipun guru dan pengajar
bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran
merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas,
tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang
menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga
dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
- Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru
mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan
pendapatan yang tidak mencukupi untuk kehidupannya pantas saja, banyak guru
terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain,
memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang
buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya.
Dengan adanya UU Guru dan Dosen,
barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah
memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan
dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi
gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau
tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka
yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain
yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit
mencapai taraf ideal.
- Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan
yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan
guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Dengan
perkembangan teknologi yang semakin pesat dan kurangnya pengetahuan yang cukup,
siswa memanfaatkan teknolgi tidak dalam hal positif tetapi cenderung negative.
Kurangnya pembelajaran perilaku dalam pendidikannya saat ini cukup banyak siswa
yang bertengkar antar sekolah hanya dikarenakan hal yang sedikit.
Pengaruh-pengaruh lingkungan dapat menghambat prestasi siswa.
- Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan
masih terbatas didaerah-daerah terpencil. Di kota dan di daerah pendidikan
terlihat perbedaannya, yaitu jika di kota-kota pendidikan lebih baik serta
mudah didapati dan fasilitas juga cukup memenuhi, tetapi jika di daerah
pendidikan sulit untuk didapatkan karena dari biaya, letak sekolah yang jauh,
sarana sekolah dan guru yang mengajar. Jadi pemerataan dalam kesempatan anak
Indonesia untuk mendapatkan pendidikan sangat kurang, khususnya di
daerah-daerah terpencil.
- Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan
bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya
biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan.
Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak hingga Perguruan Tinggi
membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak
bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Untuk masuk TK dan SDN saja saat
ini dibutuhkan biaya Rp 500.000 sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut
di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan
pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia
pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena
itu, Komite Sekolah/Dewan.
Pendidikan yang
merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya,
pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite
Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, "sesuai keputusan
Komite Sekolah". Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan,
karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah
orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya
menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi
dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan
rakyatnya.
Kondisi ini akan
lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP).
Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas
memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status
itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan
warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi
Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan
MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN
sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan
Tinggi favorit.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Berkembangnya Masalah Pendidikan
- Perkembangan IPTEK
Terdapat
hubungan yang erat antara pendidikan dengan IPTEK. Ilmu pengetahuan merupakan
hasil eksplorasi secara sistem dan terorganisasi mengenai alam semesta, dan
teknologi adalah penerapan yang direncanakan dari ilmu pengetahuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Sebagai contonya yaitu sering suatu
teknologi baru yang digunakan dalam suatu proses produksi menimbulkan kondisi
ekonomi sosial baru lantaran perubahan persyaratan kerja, dan mungkin juga
penguraian jumlah tenaga kerja atau jam kerja, kebutuhan bahan-bahan baru, sistem
pelayanan baru, sampai kepada berkembangnya gaya hidup baru, kondisi tersebut
minimal dapat mempengaruhi perubahan isi pendidikan dan metodenya, bahkan
mungkin rumusan baru tunjangan pendidikan, otomatis juga sarana penunjangnya
seperti sarana laboratorium dan ketenangan. Semua perubahan tersebut tentu
membawa masalah dalam skala nasional yang tidak sedikit memakan biaya.
- Perkembangan Seni
Kesenian
merupakan aktivitas berkreasi manusia, secara individual ataupun kelompok yang
menghasilkan sesuatu yang indah. Berkesenian menjadi kebutuhan hidup manusia.
Melalui kesenian manusia dapat menyalurkan dorongan berkreasi (mencipta) yang
bersifat orisinil (bukan tiruan) dan dorongan spontanitas dalam menemukan
keindahan seni.
Di
lihat dari tujuan segi pendidikan yaitu terbentuknya manusia seutuhnya,
aktivitas kesenian mempunyai andil yang besar karena dapat mengisi pengembangan
dominan efektif khususnya emosi yang positif dan konstruktif serta keterampilan
di samping domain kognitif yang sudah di garap melalui program/bidang studi
yang lain.
Di
lihat dari segi lapangan kerja, dewasa ini dunia seni dengan segenap cabangnya
telah mengalami perkembangan pesat dan semakin mendapat tempat dalam kehidupan
masyarakat.
- Laju Pertumbuhan Penduduk
Masalah
kependudukan dan kependidikan bersumber pada 2 hal, yaitu :
Pertambahan Penduduk
Dengan
bertambahnya jumlah penduduk, maka penyediaan prasarana dan sarana pndidikan
beserta komponen penunjang terselenggaranya pendidikan harus di tambah.
Dan ini berarti beban pembangunan nasional menjadi bertambah. Pertambahan
penduduk yang dibarengi dengan meningkatnya usia rata-rata dan penurunan angka
kematian, mengakibatkan berubahnya struktur kependudukan. Dengan demikian
terjadi pergeseran permintaan akan fasilitas pendidikan.
Penyebaran Penduduk
Penyebaran
penduduk di seluruh pelosok tanah air tidak merata. Ada daerah yang padat
penduduk dan ada pula yang jarang penduduknya. Hal itu akan menimbulkan kesulitan
dalam penyediaan sarana pendidikan. Sebagai contohnya adalah dibangunnya SD
kecil untuk melayani kebutuhan akan pendidikan di daerah terpencil, di samping
SD yang regular. Disamping persebaran penduduk dengan pola statis tersebut,
juga perlu diperhitungkan adanya arus perpindahan penduduk dari desa ke kota yang
terus menerus terjadi. Peristiwa ini menimbulkan pola yang dinamis dan labil
yang lebih menyulitkan perencanaan penyediaan sarana pendidikan. Pola yang
labil ini juga akan merusak pola pasaran kerja yang seharusnya menjadi acuan
dalam pengadaan tenaga kerja.
- Aspirasi Masyarakat
Orang mulai melihat bahwa untuk dapat hidup yang lebih layak
dan sehat harus ada pekerjaan yang tetap dan menopang, dan pendidikan
memberikan jaminan untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan menetap itu.
Pendidikan di anggap memberikan jaminan bagi peningkatan taraf hidup dan
pendakian ditangga sosial.
- Keterbelakangan Budaya dan Sarana Kehidupan
Sesungguhnya tidak ada kebudayaan yang secara mutlak statis,
tidak mengalami perubahan. Sekurang-kurangnya bagian unsur-unsurnya berubah
jika tidak seluruhnya secara utuh. Tidak ada kebudayaan yang tidak berubah.
Berubahnya unsur-unsur kebudayaan tersebut tidak selalu bersamaan satu dengan
yang lain.Ada unsur yang lebih cepat dan ada yang lambat laun berubah, namun
yang jelas terjadinya perubahan tidak pernah terhenti sepanjang masa, bahkan
perubahan baru ke arah negatif.
Perubahan
kebudayaan terjadi karena adanya penemuan baru dari luar maupun dari dalam
masyarakat itu sendiri. Keterbelakangan budaya terjadi karena :
- Letak geografis tempat tinggal suatu masyarakat (misal terpencil).
- Penolakan masyarakat terhadap datangnya unsur budaya baru karena tidak dipahami atau karena dikhawatirkan akan merusak sendi masyarakat.
- Ketidakmampuan masyarakat secara ekonomis menyangkut unsur kebudayaan tersebut Sehubungan dengan faktor penyebab terjadinya keterbelakangan budaya umumya dialami oleh :
a.
Masyarakat daerah terpencil
b.
Masyarakat yang tidak mampu
secara ekonomis
c.
Masyarakat yang kurang terdidik
Solusi dalam Menghadapi Permasalahan Pendidikan
Untuk mengatasi masalah yang ada
dalam pendidikan dibutuhkan turut ikut campur tangan pemerintah yang sangat
besar dalam pengaruh pembentukan pendidikan yang baik. Pemerintah harus menyediakan
sarana pembelajaran yang memenuhi standar pendidikan, meratakan hak anak bangsa
Indonesia untuk bersekolah dan mendapatkan biaya sekolah yang murah ataupun
gratis, agar sumber daya manusia yang diciptakan akan baik dan mempengaruhi
masa depan Indonesia.
Masalah kualitas guru di tingkatkan
lagi, misalkan dalam menerima pekerja yang mendaftar menjadi guru lebih
diperhatikan dan gaji guru pun disesuaikan agar guru-guru menjadi semangat dan
baik dalam mengajar dan juga dapat menciptakan siswa-siswa yang berprestasi.
Untuk memacu siswa agar bisa lebih berprestasi lagi, mungkin saja dengan
menyesuaikan bagaimana cara pembelajaran siswa agar materinya dapat dimengerti
oleh siswa. Tidak harus dengan cara memberikan banyak pekerjaan rumah, tapi
bagaimana cara agar siswa tersebut bisa senang mendapat dengan segala macam
materi, dan dengan sendirinya siswa tersebut juga akan mengerti apa yang
dipelajarinya.
Kesimpulan
Kualitas pendidikan di Indonesia
sebenarnya tidak kalah dengan kualitas pendidikan di luar negeri, hanya saja
masih banyak kendalanya. Menurut penulis, kendala dalam pendidikan harusnya
tidak mematahkan semangat untuk belajar. Karena pembelajaran tidak hanya
didapat dari kegiatan belajar di sekolah atau tempat pembelajaran formal,
tetapi dari lingkungan sekitar. Banyak membaca
juga merupakan pendidikan. Oleh karena itu harusnya tidak ada alasan
untuk tidak belajar, karena pendidikan bisa didapat tidak hanya di sekolah tapi
dimana pun kita berada.
Pemerintah lebih memperhatikan
fakta yang ada di lapangam, bahwa masih banyak sekolah yang kurang layak untuk
digunakan, banyak guru yang kurang berkualitas, dan juga masalah lain mengenai
pendidikan. Jika ingin mutu pendidikan di Indonesia lebih baik, maka segala
kendala harusnya ditangani dengan baik agar siswa dapat belajar dengan efektif.
Untuk orang tua murid juga harus
memperhatikan bagaimana anak belajar dirumah agar bisa lebih berprestasi lagi
karena waktu yang digunakan untuk belajar dirumah lebih banyak daripada waktu
belajar di sekolah.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar