Nama : Diah Ayu Lestari
NPM : 11110946
Kelas : 3 KA 24
Nama Dosen : Idi Darma
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia 1
Identitas Buku
- Judul : Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur
- Penulis : Muhidin M. Dahlan
- Tebal : ± 260 halaman
Sinopsis
Tuhan Izinkan Aku Menjadi
Pelacur
Memoar Luka Seorang
Muslimah
“Biarlah
aku hidup dalam gelimang api-dosa, sebab terkadang dosa yang dihikmati, seorang
manusia bisa belajar dewasa.”
Dari penggalan kalimat
yang penulis bubuhkan di sampul depan novel, kita dapat menyimpulkan sedikit
mengenai isi dari novel yang akan kita baca. “… sebab terkadang dosa
yang dihikmati, seorang manusia bisa belajar dewasa.”. Dihikmati disini
mengartikan bahwa, terkadang dosa jika dipandang dari sisi yang lain, kita
dapat belajar tentang kedewasaan berfikir terhadap suatu masalah.
Melihat banyaknya
kontroversi mengenai novel ini. Menurut saya, itu karena pihak yang kontra
tidak melihat dari sudut pandang lain yang dimaksudkan penulis, bahwa jika
dipandang dari sudut lain, maka suatu dosa pun dapat menjadi hikmah dan
pelajaran bagi orang-orang yang dewasa dalam berfikir.
Nidah Kirani adalah
tokoh utama dalam novel ini. Nidah adalah seorang muslimah yang “awalnya”
solehah. Nidah memiliki kecintaan yang dalam kepada Islam. Nidah pun berusaha
mengamalkan ajaran agama Islam secara kaffah. Citra seorang muslimah solehah
sangat tercermin dari pakaiannya yang sesuai dengan syariat Islam. Namun, itu
semua belum membuktikan ketaqwaan dan keteguhan aqidah seorang Nidah Kirani.
Singkat cerita, Nidah
diajak untuk mengikuti suatu organisasi beraliran sesat. Nidah belum menyadari
kesalahannya ini, sehingga Nidah pun turut bergabung dan aktif dalam organisasi
sesat tersebut. Organisasi ini menyalahi syariat Islam dan norma-norma
bermasyarakat. Organisasi sesat ini bertujuan untuk membentuk suatu Negara
Islam, dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan dana. Rasa kecintaan
“yang salah” akan agama Islam membuat Nidah salah jalan.
Nidah mencurahkan segala
kesungguhannya untuk organisasi itu selama beberapa tahun. Namun, sekian lama
bergabung dalam organisasi, ia merasa banyak ajaran-ajaran dalam aliran
tersebut yang tidak sesuai dengan Islam yang ia ketahui. Informasi seakan
ditutup-tutupi oleh orang-orang dalam organisasi sesat tersebut. Begitu banyak
pertanyaan yang ia ajukan, namun tidak mendapatkan jawaban yang sesuai dari
orang-orang dalam organisasi sesatnya itu. Tanya dalam benaknya sama sekali
tidak terjawab, dan membuat Nidah merasa sangat kecewa.
Keadaan tersebut sangat
menyesakkan hatinya, betapa tidak, sesuatu yang ia kerjakan dengan kesungguhan
selama beberapa tahun, malah berbuah kekecewaan yang amat dalam. Namun,
bukannya kembali ke jalan yang lurus, menghampiri pintu hidayah dan ampunan
Allah subhanahu wa ta’ala, yang selalu terbuka untuk hamba-hambaNya,
Nidah malah berburuk sangka dan menghujat Allah subhanahu wa ta’ala. Nidah marah kepada
Allah, Nidah merasa Allah tidak menyayanginya, tidak memperhatikannya, dan
meninggalkannya. Padahal sesungguhnya rahmat Allah itu amatlah dekat.
Tidak cukup kekufuran
yang Nidah lakukan dengan berburuk sangka kepada Allah subhanahu wa ta’ala, Nidah malah
menjerumuskan dirinya ke dalam dosa teramat hina, yaitu berzina. Nidah
mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan berzina dengan teman lawan jenisnya. Tak
cukup sampai disitu, Nidah pun memutuskan untuk menjadi kupu-kupu malam.
Semakin jauhlah Nidah dari pintu hidayah Allah subhanahu wa ta’ala. Disini kita dapat
menyimpulkan bahwa aqidah dan keimanan Nidah amatlah tipis.
Nidah Kirani yang
dulunya memakai pakaian ketaqwaan, kini membuka kemolekan tubuhnya di depan
bukan mahram, yang tentu hukumnya haram dan amat berdosa. Dengan menjadi
kupu-kupu malam, Nidah berlari dari satu pelukan ke pelukan aktivis-aktivis
dalam organisasinya tersebut. Nidah begitu puas dengan keberhasilannya,
membongkar kedok-kedok ketaqwaan para aktivis-aktivis beraliran sesat tersebut.
Semua itu Nidah lakukan sebagai bentuk rasa marahnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
“Aku hanya ingin Tuhan
melihatku. Lihat aku Tuhan! Kan kutuntaskan pemberontakanku pada-Mu!” katanya
setiap kali usai berzina, yang dilakukannya tanpa ada sedikitpun rasa sesal.
Nidah kini benar-benar kaffah menyembah syaitan. Ia berpaling dari rahmat Allah
dan memilih jalan-jalan syaitan. Padahal syaitan adalah musuh yang nyata bagi
manusia. Sebagai manusia yang dapat berfikir jernih, tentu kita sangat tahu
bahwa tindakan-tindakan yang diambil Nidah Kirani adalah salah.
Setelah membacanya,
menurut saya novel ini memiliki dua sudut pandang. Memang jika dipandang dari
sisi negatifnya, tentu saja buku ini sangat tidak patut untuk dibaca, apalagi
untuk anak-anak dibawah umur. Karena jika yang membacanya memiliki aqidah yang
rapuh, bisa saja mencontoh jalan salah yang diambil Nidah Kirani.
Kalimat-kalimat tanpa sensor, dan pilihan kata yang digunakan dalam novel ini
sangat sulit dimengerti, juga menjadikannya novel yang tidak mendidik jika
dilihat dari sisi negatifnya.
Namun, jika kita lihat
dari sisi positifnya, novel ini sebenarnya menyajikan gambaran-gambaran
perilaku tercela, yang tentunya bagi orang yang berfikiran jernih, sangat sadar
bahwa gambaran-gambaran tersebut sangat tidak patut dicontoh, karena dapat
merugikan diri sendiri dan orang lain. Novel ini sebenarnya manasehati kita,
namun dengan cara yang sedikit berbeda dari nasihat pada umumnya.
Novel ini mengingatkan
kita bahwa, kita harus terus berusaha meneguhkan aqidah keimanan kita kepada
Allah subhanahu wa ta’ala dan istiqomah di jalan
yang lurus, agar tidak mudah terpengaruh oleh dogma-dogma yang menyalahi
syariat Islam. Novel ini juga mengingatkan kita untuk terus waspada, karena
aliran-aliran sesat memang hidup di tengah-tengah masyarakat. Dan yang paling
penting adalah, novel ini menasehati kita untuk tidak berburuk sangka kepada
Allah subhanahu wa ta’ala, dan untuk tidak berputus
asa dalam meraih hidayah dan ampunan Allah. Karena sesungguhnya
rahmat Allah itu amatlah dekat untuk hamba-hambaNya.
“Karena sesungguhnya Islam tidak pernah
rusak dengan adanya hamba-hamba Allah yang tidak beriman. Hamba-hamba
tersebutlah yang merusak dirinya sendiri.”
- kutipan -
- kutipan -
Wallahu ‘Alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar