Kamis, 27 September 2012

Bahasa Indonesia 1 - Artikel Bahasa


Nama   :   Diah Ayu Lestari
NPM   :   11110946
Kelas   :   3 KA 24


Nama Dosen   :   Idi Darma
Mata Kuliah   :   Bahasa Indonesia 1









Bahasa Sebagai Sarana Bekerja


Dari tema artikel yang diberikan, saya beranggapan bahwa yang dimaksud disini adalah kegunaan keterampilan berbahasa, dalam dunia kerja. Dunia kerja identik dengan orang berintelektual, dan berkompeten di bidangnya masing-masing. Komunikasi yang digunakan juga tergolong komunikasi yang bersifat ilmiah. Karena komunikasi yang digunakan dalam dunia kerja, digunakan untuk penyampaian informasi berupa pengetahuan.

Berfikir merupakan kegiatan untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berfikir ilmiah adalah kegiatan yang menggabungkan induksi dan deduksi. Induksi adalah cara berpikir yang di dalamnya berisi kesimpulan yang bersifat umum, yang ditarik dari pernyataan-pernyataan atau kasus-kasus yang bersifat khusus; sedangkan deduksi ialah cara berpikir yang di dalamnya berisi kesimpulan yang bersifat khusus, yang ditarik dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum.

Sarana berfikir diperlukan untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik. Tersedianya saran tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Sarana berfikir ilmiah itu terdiri dari tiga komponen, yaitu (1) Bahasa  (2) Matematika  (3) Statistika. Namun, yang akan kita bahas lebih lanjut adalah Bahasa.

Keterampilan berbahasa dalam dunia kerja sangatlah penting. Karena di dunia kerja, setiap karyawan akan berinteraksi dan berkomunikasi dengan karyawan lainnya, dan juga akan menghadapi klien-klien dalam presentasi perusahaan. Jika tidak memiliki keterampilan berbahasa yang baik dan benar, akan sangat merugikan banyak pihak termasuk diri sendiri.

Jika untuk berkomunikasi dengan sesama karyawan, contohnya dalam hal berdiskusi seputar pekerjaan, dapat menggunakan bahasa keseharian yang lebih santai namun tetap sopan dan santun. Walaupun maksud dari bahasa ilmiah tetap harus tersampaikan, yaitu penyampaian informasi berupa pengetahuan.

Untuk presentasi perusahaan digunakan bahasa ilmiah yang berfungsi simbolik. Yaitu untuk penampilan dari presentasi itu sendiri, agar terlihat menarik. Namun, pesan yang ingin disampaikan tetap tersampaikan kepada klien-klien, sesuai materi yang diinginkan. Seorang presentator juga harus menguasai tata bahasa yang baik, serta menggunakan bahasa yang jelas dan objektif.

Bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berfikir ilmiah, dimana bahasa merupakan alat berfikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan/ide kepada orang lain. Tanpa bahasa, manusia tidak dapat melakukan kegiatan berfikir secara sistematis dan teratur. Kegiatan berfikir ilmiah sangat berkaitan erat dengan bahasa. Menggunakan bahasa yang baik dalam berfikir, belum tentu akan menghasilkan suatu keputusan yang benar, bagaimana dengan bahasa yang tidak baik dan benar.


Bahasa Indonesia 1 - Sinopsis Novel


Nama   :   Diah Ayu Lestari
NPM   :   11110946
Kelas   :   3 KA 24


Nama Dosen   :   Idi Darma
Mata Kuliah   :   Bahasa Indonesia 1










Identitas Buku

  • Judul   :           Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur
  • Penulis :           Muhidin M. Dahlan
  • Tebal   :           ±  260 halaman



Sinopsis


Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur
Memoar Luka Seorang Muslimah

“Biarlah aku hidup dalam gelimang api-dosa, sebab terkadang dosa yang dihikmati, seorang manusia bisa belajar dewasa.”




Dari penggalan kalimat yang penulis bubuhkan di sampul depan novel, kita dapat menyimpulkan sedikit mengenai isi dari novel yang akan kita baca. “… sebab terkadang dosa yang dihikmati, seorang manusia bisa belajar dewasa.”. Dihikmati disini mengartikan bahwa, terkadang dosa jika dipandang dari sisi yang lain, kita dapat belajar tentang kedewasaan berfikir terhadap suatu masalah.

Melihat banyaknya kontroversi mengenai novel ini. Menurut saya, itu karena pihak yang kontra tidak melihat dari sudut pandang lain yang dimaksudkan penulis, bahwa jika dipandang dari sudut lain, maka suatu dosa pun dapat menjadi hikmah dan pelajaran bagi orang-orang yang dewasa dalam berfikir.

Nidah Kirani adalah tokoh utama dalam novel ini. Nidah adalah seorang muslimah yang “awalnya” solehah. Nidah memiliki kecintaan yang dalam kepada Islam. Nidah pun berusaha mengamalkan ajaran agama Islam secara kaffah. Citra seorang muslimah solehah sangat tercermin dari pakaiannya yang sesuai dengan syariat Islam. Namun, itu semua belum membuktikan ketaqwaan dan keteguhan aqidah seorang Nidah Kirani.

Singkat cerita, Nidah diajak untuk mengikuti suatu organisasi beraliran sesat. Nidah belum menyadari kesalahannya ini, sehingga Nidah pun turut bergabung dan aktif dalam organisasi sesat tersebut. Organisasi ini menyalahi syariat Islam dan norma-norma bermasyarakat. Organisasi sesat ini bertujuan untuk membentuk suatu Negara Islam, dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan dana. Rasa kecintaan “yang salah” akan agama Islam membuat Nidah salah jalan.

Nidah mencurahkan segala kesungguhannya untuk organisasi itu selama beberapa tahun. Namun, sekian lama bergabung dalam organisasi, ia merasa banyak ajaran-ajaran dalam aliran tersebut yang tidak sesuai dengan Islam yang ia ketahui. Informasi seakan ditutup-tutupi oleh orang-orang dalam organisasi sesat tersebut. Begitu banyak pertanyaan yang ia ajukan, namun tidak mendapatkan jawaban yang sesuai dari orang-orang dalam organisasi sesatnya itu. Tanya dalam benaknya sama sekali tidak terjawab, dan membuat Nidah merasa sangat kecewa.

Keadaan tersebut sangat menyesakkan hatinya, betapa tidak, sesuatu yang ia kerjakan dengan kesungguhan selama beberapa tahun, malah berbuah kekecewaan yang amat dalam. Namun, bukannya kembali ke jalan yang lurus, menghampiri pintu hidayah dan ampunan Allah subhanahu wa ta’ala, yang selalu terbuka untuk hamba-hambaNya, Nidah malah berburuk sangka dan menghujat Allah subhanahu wa ta’ala. Nidah marah kepada Allah, Nidah merasa Allah tidak menyayanginya, tidak memperhatikannya, dan meninggalkannya. Padahal sesungguhnya rahmat Allah itu amatlah dekat.

Tidak cukup kekufuran yang Nidah lakukan dengan berburuk sangka kepada Allah subhanahu wa ta’ala, Nidah malah menjerumuskan dirinya ke dalam dosa teramat hina, yaitu berzina. Nidah mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan berzina dengan teman lawan jenisnya. Tak cukup sampai disitu, Nidah pun memutuskan untuk menjadi kupu-kupu malam. Semakin jauhlah Nidah dari pintu hidayah Allah subhanahu wa ta’ala. Disini kita dapat menyimpulkan bahwa aqidah dan keimanan Nidah amatlah tipis.

Nidah Kirani yang dulunya memakai pakaian ketaqwaan, kini membuka kemolekan tubuhnya di depan bukan mahram, yang tentu hukumnya haram dan amat berdosa. Dengan menjadi kupu-kupu malam, Nidah berlari dari satu pelukan ke pelukan aktivis-aktivis dalam organisasinya tersebut. Nidah begitu puas dengan keberhasilannya, membongkar kedok-kedok ketaqwaan para aktivis-aktivis beraliran sesat tersebut. Semua itu Nidah lakukan sebagai bentuk rasa marahnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

“Aku hanya ingin Tuhan melihatku. Lihat aku Tuhan! Kan kutuntaskan pemberontakanku pada-Mu!” katanya setiap kali usai berzina, yang dilakukannya tanpa ada sedikitpun rasa sesal. Nidah kini benar-benar kaffah menyembah syaitan. Ia berpaling dari rahmat Allah dan memilih jalan-jalan syaitan. Padahal syaitan adalah musuh yang nyata bagi manusia. Sebagai manusia yang dapat berfikir jernih, tentu kita sangat tahu bahwa tindakan-tindakan yang diambil Nidah Kirani adalah salah.

Setelah membacanya, menurut saya novel ini memiliki dua sudut pandang. Memang jika dipandang dari sisi negatifnya, tentu saja buku ini sangat tidak patut untuk dibaca, apalagi untuk anak-anak dibawah umur. Karena jika yang membacanya memiliki aqidah yang rapuh, bisa saja mencontoh jalan salah yang diambil Nidah Kirani. Kalimat-kalimat tanpa sensor, dan pilihan kata yang digunakan dalam novel ini sangat sulit dimengerti, juga menjadikannya novel yang tidak mendidik jika dilihat dari sisi negatifnya.

Namun, jika kita lihat dari sisi positifnya, novel ini sebenarnya menyajikan gambaran-gambaran perilaku tercela, yang tentunya bagi orang yang berfikiran jernih, sangat sadar bahwa gambaran-gambaran tersebut sangat tidak patut dicontoh, karena dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Novel ini sebenarnya manasehati kita, namun dengan cara yang sedikit berbeda dari nasihat pada umumnya.

Novel ini mengingatkan kita bahwa, kita harus terus berusaha meneguhkan aqidah keimanan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan istiqomah di jalan yang lurus, agar tidak mudah terpengaruh oleh dogma-dogma yang menyalahi syariat Islam. Novel ini juga mengingatkan kita untuk terus waspada, karena aliran-aliran sesat memang hidup di tengah-tengah masyarakat. Dan yang paling penting adalah, novel ini menasehati kita untuk tidak berburuk sangka kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dan untuk tidak berputus asa dalam meraih hidayah dan ampunan Allah. Karena sesungguhnya rahmat Allah itu amatlah dekat untuk hamba-hambaNya.




“Karena sesungguhnya Islam tidak pernah rusak dengan adanya hamba-hamba Allah yang tidak beriman. Hamba-hamba tersebutlah yang merusak dirinya sendiri.” 
- kutipan -
Wallahu ‘Alam.