Sumber
Nama : Diah Ayu Lestari
NPM : 11110946
Nama Dosen : Rifki Amalia
Mata Kuliah : Etika & Profesionalisme TSI
UU ITE (Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik) adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap
orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum
Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di
luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Keterbatasan UU ITE dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi
Salah satu UU yang berhubungan dengan pengaturan penggunaan teknologi informasi yaitu UU N0.36. Isi dari UU No.36 adalah apa arti dari telekomunikasi, asas dan tujuan dari telekomunikasi, penyelenggaraan, perizinan, pengamanan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana dari pengguanaan telekomunikasi, yang dimana semua ketentuan itu telah di setujuin oleh DPR RI.
Pada UU No.36 tentang telekomunikasi mempunyai salah satu tujuan yang berisikan
upaya untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan
pemerintah, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya serta meningkatkan hubungan antar bangsa.Dalam pembuatan UU ini
dibuat karena ada beberapa alasan,salah satunya adalah bahwa pengaruh
globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah
mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang
terhadap telekomunikasi dan untuk manjaga keamanan bagi para pengguna teknologi
informasi.
Teknologi informasi sangatlah berpengaruh besar untuk negara kita,di lihat dari segi kebudayaan, kita bisa memperkenalkan budaya – budaya yang kita miliki dengan bebas kepada negara-negara luar untuk menarik minat para turis asing. kalau dilihat dari segi bisnis keuntungannya adalah kita dengan bebas dan leluasa memasarkan bisnis yang kita jalankan dengan waktu yang singkat.
Jadi, UU ini belum sepenuhnya dapat mengatur penggunaan teknologi informasi karena kebebasan yang dimiliki dari setiap individu yang tidak bida dikontrol dan juga tidak bisa dilihat dari segi negatifnya saja banyak juga segi positif dari penggunaan teknologi informasi seperti dapat memperkenalkan kebudayaan kita kepada negara-negara luar untuk menarik minat para turis asing.
Teknologi informasi sangatlah berpengaruh besar untuk negara kita,di lihat dari segi kebudayaan, kita bisa memperkenalkan budaya – budaya yang kita miliki dengan bebas kepada negara-negara luar untuk menarik minat para turis asing. kalau dilihat dari segi bisnis keuntungannya adalah kita dengan bebas dan leluasa memasarkan bisnis yang kita jalankan dengan waktu yang singkat.
Jadi, UU ini belum sepenuhnya dapat mengatur penggunaan teknologi informasi karena kebebasan yang dimiliki dari setiap individu yang tidak bida dikontrol dan juga tidak bisa dilihat dari segi negatifnya saja banyak juga segi positif dari penggunaan teknologi informasi seperti dapat memperkenalkan kebudayaan kita kepada negara-negara luar untuk menarik minat para turis asing.
Tentang UUD ITE ini ada hal positif dan negatifnya
:
Hal positif :
- Meminimalisir penyalahgunaan internet
- Melindungi pihak yang menjadi korban dari kejahat di dunia maya
- Memberikan perlindungan hukum terhadap transaksi dan sistem elektronik
- Mencegah kejahatan dunia maya
- Dapat memberikan peluang bisnis baru bagi para wiraswasta
Hal negatif :
- Membatasi ruang gerak user dalam berekspresi atau menyampaikan sesuatu hal di dunia cyber, contoh seperti kasus prita pada tahun 2009 lalu.
- Memblokir situs-situs yang di anggap porno, memfitnah kaum tertentu padahal di lain sisi tidak semua di situs tersebut berdampak negatif , ada pelajaran positif juga yang dapat di ambil dari situs tersebut.
Berikut
ini Table Pelanggaran di Dunia Maya (Cybercrime) dan Hukuman yang diambil dari
UU Informasi dan Transaksi Elektronik Indonesia berdasarkan pasal 35 :
Kelemahan & Saran UU No. 11 Tahun
2008 tentang ITE
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE) telah disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008, namun disahkannya
sebuah undang-undang bukan berarti ia telah menjadi sebuah hukum yang mutlak
dan tidak bisa lagi diubah atau bahkan diganti; sebaliknya justru perbaikan dan
perubahan harus dilakukan pada setiap undang-undang dan peraturan lain yang
diketahui memiliki kelemahan, terutama apabila kelemahan tersebut fatal
sifatnya. Dalam konteks ini maka Asosiasi Internet Indonesia sebagai suatu
organisasi yang berkedudukan di Indonesia dan bertujuan untuk memajukan
pengembangan dan pemanfaatan internet di Indonesia secara bebas dan bertanggung
jawab, wajib untuk memberikan pandangan dan usulan demi memperbaiki UU ITE tersebut
yang memiliki sangat banyak kelemahan.
Kelemahan 1 : Proses Penyusunan
Kelemahan pertama dari UU ITE terletak dari cara
penyusunannya itu sendiri, yang menimbulkan kontradiksi atas apa yang berusaha
diaturnya. UU ITE yang merupakan UU pertama yang mengatur suatu teknologi
moderen, yakni teknologi informasi, masih dibuat dengan menggunakan prosedur
lama yang sama sekali tidak menggambarkan adanya relevansi dengan teknologi
yang berusaha diaturnya. Singkat kata, UU ITE waktu masih berupa RUU relatif tidak
disosialisasikan kepada masyarakat dan penyusunannya masih dipercayakan di
kalangan yang amat terbatas, serta peresmiannya dilakukan dengan tanpa terlebih
dahulu melibatkan secara meluas komunitas yang akan diatur olehnya.
Padahal, dalam UU ini jelas tercantum bahwa :
Pasal 1 ayat 3 Teknologi Informasi adalah suatu
teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan,
menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi. Ini berarti seyogyanya dalam
penyusunan UU ini memanfaatkan teknologi informasi dalam mengumpulkan pendapat
mengenai kebutuhan perundangannya, menyiapkan draftnya, menyimpan data
elektroniknya, mengumumkannya secara terbuka, menganalisis reaksi masyarakat terhadapnya
setelah menyebarkan informasinya, sebelum akhirnya mencapai sebuah hasil akhir
dan meresmikan hasil akhir tersebut sebagai sebuah UU.
Kelemahan pertama ini adalah kelemahan fatal, yang
terbukti secara jelas bahwa akibat tidak dimanfaatkannya teknologi informasi
dalam proses penyusunan UU ini, maka isi dari UU ini sendiri memiliki
celah-celah hukum yang mana dalam waktu kurang dari sebulan peresmiannya telah
menimbulkan gejolak di kalangan pelaku usaha teknologi informasi, yang
diakibatkan oleh ketidakpastian yang ditimbulkannya itu.
Kelemahan 2 : Salah Kaprah dalam Definisi
Pasal 1 ayat 1 Informasi Elektronik adalah satu
atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat
elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya,
huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang
memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Ayat 4 Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi
Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam
bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat
dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem
Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau
perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.
Definisi Informasi Elektronik menggambarkan
tampilan, bukan data; dari kenyataan ini terlihat jelas bahwa penyusun definisi
ini belum memahami bahwa data elektronik sama sekali tidak berupa tulisan,
suara, gambar atau apapun yang ditulis dalam definisi tersebut. Sebuah data
elektronik hanyalah kumpulan dari bit-bit digital, yang mana setiap bit digital
adalah informasi yang hanya memiliki dua pilihan, yang apabila dibatasi dengan
kata “elektronik” maka pilihan itu berarti “tinggi” dan “rendah” dari suatu
sinyal elektromagnetik. Bila tidak dibatasi dengan kata tersebut, maka bit
digital dapat berupa kombinasi pilihan antonim apapun seperti “panjang” dan
“pendek”, “hidup” dan “mati”, “hitam” dan “putih” dan sebagainya.
Kelemahan 3 : Tidak Konsisten
Kelemahan ini terdapat di beberapa pasal dan ayat,
salah satunya: Pasal 8 ayat 2 Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan
suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik di
bawah kendali Penerima yang berhak.
Nampaknya ayat ini dibuat dengan logika berbeda
dengan ayat 1 dalam pasal yang sama, dimana ayat 1 telah dengan benar
menggunakan kriteria Sistem Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan, pada
ayat 2 muncul kerancuan “di bawah kendali”. Suatu account e-mail yang berada di
Yahoo atau Hotmail misalnya, tidak dapat dikatakan sebagai suatu Sistem
Elektronik di bawah kendali karena yang dikendalikan oleh Penerima hanyalah
bentuk virtualisasinya.
Kelemahan 4 : Masih Sarat dengan Muatan Standar
yang Tidak Jelas
Kelemahan ini menjejali keseluruhan BAB VII –
PERBUATAN YANG DILARANG. Pasal 27 ayat 1 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan Kesusilaan – memakai standar siapa? Bahkan dalam satu
rumah tangga sekalipun, antara suami istri bisa memiliki standar kesusilaan yang
berbeda, bagaimana pula dalam satu negara? Bagaimana kalau terdapat perbedaan
mencolok antara standar kesusilaan pengirim dan penerima? Ayat yang seperti ini
sebaiknya dihapus saja.
Kelemahan 5 : Menghambat Penegakan Hukum serta Menghambat Kemajuan
Pasal 30 dan 31 intinya melarang setiap orang untuk
melakukan infiltrasi ke Sistem Elektronik milik orang lain, kecuali atas dasar
permintaan institusi penegak hukum. Ini berarti semua orang yang melakukan
tindakan melawan hukum menggunakan Sistem Elektronik dapat dengan aman
menyimpan semua informasi yang dimilikinya selama tidak diketahui oleh penegak
hukum, yang mana ini mudah dilakukan, karena orang lain tidak diperbolehkan
mengakses Sistem Elektronik miliknya dan dengan demikian tidak dapat memperoleh
bukti-bukti awal yang dibutuhkan untuk melakukan pengaduan. Selain itu, apakah
penyusun pasal-pasal ini tidak memahami konsep “untuk menangkap maling harus
belajar mencuri”? Apabila semua kegiatan explorasi keamanan Sistem Elektronik
dihambat seperti ini, pada saatnya nanti terjadi peperangan teknologi
informasi, bagaimana kita bisa menang kalau tidak ada yang ahli di bidang ini?
Sebaliknya, jika Pasal 34 ayat 2 yang memberikan pengecualian untuk kegiatan
penelitian, ingin terus menerus diterapkan, apa gunanya pasal 30 dan pasal 31?
Sebaiknya keseluruhan pasal-pasal ini diformulasi ulang dari awal.
Kelemahan 7 : Mengabaikan Yurisdiksi Hukum
Pasal 37 Setiap Orang dengan sengaja melakukan
perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal
36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah
yurisdiksi Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar