Selasa, 15 Februari 2011

BAB 1 - Manusia & Kebudayaan

Nama Dosen   :   Ninuk Sekarsari
Mata Kuliah   :   Ilmu Budaya Dasar


Nama    :    Diah Ayu Lestari
NPM      :    1111O946
Kelas     :   1 KA 33
 

Tujuh Unsur Kebudayaan Universal




Dari beberapa pendapat yang ada tentang unsur kebudayaan universal, pendapat C. Kluckhohn yang sering dijadikan sebagai referensi. Pendapat C. Kluckhohn tentang tujuh unsur kebudayaan merupakan hasil inti sari dari pendapat-pendapat lainnya. 

Dalam karyanya yang berjudul Universals Categories of Culture, ia menjelaskan 7 unsur kebudayaan universal yang selanjutnya disebut cultural universals, yaitu sebagai berikut :
  •   Sistem kepercayaan (sistem religi)
  •   Sistem pengetahuan
  •   Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
  •   Mata pencaharian dan sistem-sistem ekonomi
  •   Sistem kemasyarakatan
  •   Bahasa
  •   Kesenian

Urutan unsur-unsur kebudayaan di atas menurut Koentjaraningrat didasarkan pada mudah atau susahnya suatu unsur kebudayaan mengalami perubahan. Artinya, unsur kebudayaan yang ada pada nomor urut pertama dianggap sebagai unsur kebudayaan universal yang paling sulit berubah, sedangkan urutan yang terakhir merupakan unsur kebudayaan yang paling mudah berubah.

Ketujuh hal ini, oleh Clyde Kluckhohn dalam bukunya yang berjudul Universal Catagories of Culture (dalam Gazalba, 1989: 10), disebut sebagai tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal (cultural universals). 

Artinya, ketujuh unsur ini akan selalu kita temukan dalam setiap kebudayaan atau masyarakat di dunia. Unsur-unsur ini merupakan perwujudan usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dan memelihara eksistensi diri dan kelompoknya.

  • Cultural Activity 
Untuk kepentingan ilmiah dan memudahkan identifikasi, para sarjana membagi ketujuh unsur kebudayaan universal tersebut ke alam unsur-unsur kebudayaan yang lebih kecil. Ralph Linton misalnya, ia membagi cultural universal tersebut ke dalam sub-sub tertentu yang disebut cultural activity atau kegiatan budaya. 

Pada sistem bahasa, kegiatan budayanya mencakup bahasa lisan dan tulisan. Pada sistem peralatan hidup dan teknologi—baik modern maupun tradisional, tercakup alat-alat rumah tangga, perumahan, senjata, teknologi komunikasi, dan banyak lagi. 

Pada sistem ekonomi dan mata pencaharian hidup, kegiatan budayanya mencakup pertanian, peternakan, sistem produksi, perbankan, dan sebagainya. 

Pada sistem kemasyarakatan, kegiatan budayanya meliputi tata kekerabatan, organisasi kemasyarakatan, organisasi politik, tata hukum, perkawinan, dan lainnya. 

Pada sistem kesenian, bagian-bagian kecil semacam seni tari, seni musik, seni suara, seni pahat, dan seni lukis, termasuk ke dalam kegiatan budayanya. Adapun pada sistem keagamaan, kegiatan budayanya mencakup ritual ibadah, kitab suci, dan lainnya.

  • Traits Compleks
Selanjutnya, kegiatan-kegiatan budaya dipecah-pecah lagi ke dalam bagian yang lebih kecil yang disebut traits complex. Misalnya, kegiatan yang terkait bahasa tulisan—sebagai bagian dari bahasa—meliputi penerbitan buku, media cetak atau surat kabar, internet, dan sebagainya. 

Traits compleks berupa surat kabar dapat dipecah-pecah lagi ke dalam bagian lebih kecil yang disebut traits, seperti koran, majalah, buletin, majalah dinding, jurnal, newsletter, dan sebagainya. Traits ini pada kenyataannya terbagi lagi menjadi item, sebagai unsur kebudayaan terkecil. 

Kita ambil majalah sebagai contoh. Majalah terdiri dari bagian-bagian lebih kecil yang bergabung menjadi sebuah kesatuan, semisal cover, rubrik, iklan, reportase, wawancara, layout, dan sebagainya. 

Walaupun demikian, setiap unsur dari majalah tersebut dapat dilepaskan dari kesatuan tersebut. Namun, apabila satu atau beberapa unsur majalah dilepaskan, fungsi majalah sebagai media komunikasi tidak dapat berfungsi secara optimal.

Pada hakikatnya, setiap unsur kebudayaan yang kehilangan nilai kegunaan, unsur kebudayaan tersebut perlahan-lahan akan hilang. Dengan demikian, setiap unsur kebudayaan senantiasa memiliki kegunaan dan manfaat tertentu dalam kebudayaan secara keseluruhan.

Selain itu, dengan adanya pembagian semacam ini, semakin nyata di hadapan kita bahwa kebudayaan meliputi seluruh segi kehidupan manusia. Ia mencakup ruang dan waktu yang sangat luas; mulai dari rumah sampai negara; berlangsung sejak lahir sampai mati.

Studi Kasus 

Perbandingan Kebudayaan di Indonesia & di Jepang dalam hal Gesture (bahasa tubuh)

Salah satu topik menarik untuk dibahas adalah bagaimana memakai bahasa tubuh untuk mengungkapkan penghormatan. Jepang dan Indonesia memiliki cara berlainan dalam mengekspresikan terima kasih, permintaan maaf, dsb.

  • Ojigi (Jepang)

Dalam budaya Jepang ojigi adalah cara menghormat dengan membungkukkan badan, misalnya saat mengucapkan terima kasih, permintaan maaf, memberikan ijazah saat wisuda, dsb. 
Ada dua jenis ojigi : ritsurei (立礼) dan zarei (座礼).  

Ritsurei adalah ojigi yang dilakukan sambil berdiri. Saat melakukan ojigi, untuk pria biasanya sambil menekan pantat untuk menjaga keseimbangan, sedangkan wanita biasanya menaruh kedua tangan di depan badan. Sedangkan zarei adalah ojigi yang dilakukan sambil duduk.

Berdasarkan intensitasnya, ojigi dibagi menjadi 3 : saikeirei (最敬礼), keirei (敬礼), eshaku (会釈).   

Semakin lama dan semakin dalam badan dibungkukkan menunjukkan intensitas perasaan yang ingin disampaikan. Saikeirei adalah level yang paling tinggi, badan dibungkukkan sekitar 45 derajat atau lebih. Keirei sekitar 30-45 derajat, sedangkan eshaku sekitar 15-30 derajat. Saikeirei sangat jarang dilakukan dalam keseharian, karena dipakai saat mengungkapkan rasa maaf yang sangat mendalam atau untuk melakukan sembahyang. Untuk lebih menyangatkan, ojigi dilakukan berulang kali. Misalnya saat ingin menyampaikan perasaan maaf yang sangat mendalam.  

Di Indonesia tidak mengenal budaya Ojigi ini.
Di Indonesia, kita lebih menggunakan lisan & senyuman dalam menyapa & bertegur sapa dengan orang lain.

  • Jabat Tangan 

Tradisi jabat tangan yang dilakukan baik di Indonesia maupun di Jepang, melambangkan keramahtamahan dan kehangatan. 
Tetapi di Indonesia kadang jabat tangan ini dilakukan dengan merangkapkan kedua tangan. Jika dilakukan oleh dua orang yang berlainan jenis kelamin, ada kalanya tangan mereka tidak bersentuhan. Letak tangan setelah jabat tangan dilakukan, pun berbeda-beda. Ada sebagian orang yang kemudian meletakkan tangan di dada, ada juga yang diletakkan di dahi, sebagai ungkapan bahwa hal tersebut tidak semata lahiriah, tapi juga dari batin.
  • Cium Tangan 
Tradisi cium tangan lazim dilakukan sebagai bentuk penghormatan dari seorang anak kepada orang tua, dari seorang awam kepada tokoh masyarakat/agama, dari seorang murid ke gurunya. Tidak jelas darimana tradisi ini berasal. Tetapi ada dugaan berasal dari pengaruh budaya Arab. Di Eropa lama, dikenal tradisi cium tangan juga, tetapi sebagai penghormatan seorang pria terhadap seorang wanita yang bermartabat sama atau lebih tinggi. 

Masyarakat Jepang tidak mengenal budaya cium tangan.
  • Cium Pipi 
Cium pipi biasa dilakukan di Indonesia saat dua orang sahabat atau saudara bertemu, atau sebagai ungkapan kasih sayang seorang anak kepada orang tuanya dan sebaliknya. Negara-negara barat juga memiliki budaya ini.
Budaya ini tidak ditemukan di Jepang.
  • Sungkem 
Tradisi sungkem lazim di kalangan masyarakat Jawa, tapi mungkin tidak lazim di suku lain. Sungkem dilakukan sebagai tanda bakti seorang anak kepada orang tuanya, dapat juga seorang murid kepada gurunya. Sungkem biasa dilakukan jika seorang anak akan melangsungkan pernikahan, atau saat hari raya Idul Fitri (bagi muslim), sebagai ungkapan permohonan maaf kepada orang tua, dan meminta doa restunya.

Masyarakat Jepang tidak mengenal budaya sungkem.
 
Opini


Menurut saya, budaya di kedua negara ini sama-sama bersifat positif & sangat sopan santun, sesuai sekali dengan adat ketimuran. 
Karena pada dasarnya kita, masyarakat Indonesia adalah bangsa timur, dan budaya bangsa timur sudah sangat baik, yaitu tahu malu & sopan santun.
Sejatinya budaya yang begitu baik ini dilestarikan.
Janganlah kita mengikuti budaya lain yang kurang baik & kurang sesuai dengan budaya ketimuran kita.
Jangan lupa pula kita harus selalu menyesuaikan diri dengan budaya di sekitar kita, untuk menghormati  masyarakat sekitar & budaya yang dijunjungnya, dimana pun kita berada atau bertempat tinggal.
Namun, juga harus melindungi diri dari budaya yang tidak baik. 




Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar