Adakah diantara Anda para pembaca, yang pernah menonton film berjudul The Children of Huang Shi ?
Kalau belum, hmmm . . Anda harus coba tonton film ini, ini bukan film baru, film ini disiarkan di bioskop-bioskop dunia pada pertengahan tahun 2008 lalu. Dan sangat menariknya, film ini diangkat dari kisah nyata.
Kalau Anda para pembaca, sudah pernah menonton film ini, apakah Anda punya kekaguman khusus kepada tokoh utama dalam cerita ini, George Aylwin Hogg, seperti halnya saya ?
Sampai sekarang saya masih mengagumi sosok George A Hogg.
Dan juga saya mengagumi keapikan akting & wajah pemeran George A Hogg dalam film ini, Jonathan Rhys Meyers. hohohohohoho
Kalau Anda penasaran seperti apa kisah nyata ini,
Monggo dibaca artikel saya kali ini..
Ceritanya dimulai tahun 1937, ketika perang dunia ke-2 mulai berkecamuk. Pada tahun itu, Jepang mulai mengekspansi wilayah di Asia, tidak terkecuali Cina. Padahal, Cina sendiri sedang mengalami konflik dalam negeri yang diakibatkan oleh ulah kaum Nasionalis yang dipimpin oleh Chiang Kai Sek & penduduk lokal yang sangat kecanduan opium saat itu.
George A Hogg (1915- 21 July 1945) seorang kebangsaan Inggris yang merupakan sarjana ekonomi lulusan Oxford University. Namun, ia berprofesi sebagai reporter. George ingin meliput peristiwa yang terjadi di Cina, khususnya daerah konflik seperti Nanjing, Lingbao, & Shanghai. Dengan berbekal kartu pengenal curian dari seorang angota palang merah internasional, ia berhasil menyusup ke Nanjing, tapi yang ia temui disana jauh lebih dahsyat dari apa yang ia bayangkan.
George melihat pembantaian masyarakat Cina oleh tentara Jepang. Dan George berhasil mendapatkan gambar-gambar dari kejadian tersebut. Namun, celakanya dia tertangkap oleh tentara Jepang yang sedang patroli. Dia ditangkap & hendak dihukum dengan cara dipenggal oleh tentara Jepang. Disini pulalah ia hampir menghembuskan nafas terakhirnya, namun ia berhasil diselamatkan oleh kaum gerilyawan penduduk lokal Cina. Kaum gerilyawan ini menolong George & membunuh tentara Jepang tersebut.
George di selamatkan oleh Mr. Jack Chen Han Sheng seorang pemimpin gerilyawan Cina & suster cantik Lee Pearson. Pertemuan dengan kedua orang ini membawa George menuju wilayah Huang Shi dimana terdapat tempat pengungsian anak-anak korban perang di sebuah panti asuhan. Di panti ini George benar-benar diuji kesabaran & jiwa sosialnya.
Anak-anak di panti ini pada mulanya benar-benar nakal, liar, kotor, sangat memprihatinkan & kekurangan kasih sayang. Anak-anak ini tidak menerima kehadiran George pada awalnya, mereka suka sekali menghancurkan pekerjaan yang telah George selesaikan. Sempat George merasa tidak tahan & ingin pergi dari Huang Shi, namun, jiwa sosialnya tak tega meninggalkan anak-anak itu. Dia pun bersama suster Lee Pearson merawat & mendidik anak-anak itu.
Bersama Lee, George membangun panti tak terawat itu. Mereka dengan tulus menciptakan lingkungan panti yang bersih, agar anak-anak sehat & nyaman. George dengan kepandaiannya pun mampu memperbaiki alat pembangkit listrik, sehingga memberi panti itu aliran listrik.George pun mulai membuatkan kebun & taman di lingkungan panti itu. Ia mendapatkan modal benih tanaman dari seorang saudagar kaya bernama Wang.
Wang sangat mengagumi keuletan & ketulusan George. Mereka pun berteman baik. Anak-anak ini pun telah menyayangi George seperti George kepada mereka. George seperti seorang Ibu & seorang Ayah. Itu yang membuat saya mengaguminya. Ia mengajarkan anak-anak itu menghitung & belajar bahasa Inggris. George tak pernah pilih kasih antar anak-anak panti. Ia selalu berkata lembut & pancaran matanya penuh cinta.
Disaat mereka menjalani kehidupan mereka yang mulai membaik, kaum nasionalis ingin menjadikan panti asuhan mereka sebagai base camp. Para tentara memaksa George, Lee, Jack & anak-anak untuk meninggalkan panti. George pun harus membawa mereka ke tempat yang lebih aman di daerah Shandan dengan berjalan kaki sejauh ribuan kilometer. Walau mereka teramat sedih harus meninggalkan kehidupan mereka yang sudah lebih baik di Huang Shi, namun George sangat yakin di Shandan akan ada keamanan dan kehidupan yang lebih memadai. Dia mendapatkan ide untuk pindah ke Shandan, berkat sebuah buku pemberian Wang yang berjudul “The Silk Road: the Travels of Marco Polo, karangan Wendy Buick).
Jarak Huang Shi dengan Shandan sekitar 700 miles (1,100 km). Setelah menempuh jarak 500 miles dengan berjalan kaki, naik turun pegunungan dengan cuaca yang berubah-ubah selama sekitar 3 bulan, rombongan berhenti di sebuah kota sebelum melanjutkan perjalanan ke Shandan. Petinggi kota tersebut melihat kegigihan George dan Lee, akhirnya memberikan bantuan berupa 4 buah truk untuk dipakai menempuh perjalanan 200 miles lagi ke Shandan.
Dalam perjalanan, truk mengalami sedikit masalah, kemudian George menghentikan perjalanan di tengah padang pasir, untuk memperbaikinya. Namun, tanpa sadar tangan George terluka & tiba-tiba saja ada badai pasir. Luka George mengalami infeksi tetanus namun, Ia tidak menyadarinya.
Di Shandan orang-orang yang menyukai kebaikan George pun menyambut mereka. Mereka diberi tempat tinggal yang layak. Namun, infeksi George bertambah parah, Ia mengalami demam tinggi sebagai tanda penyakit tetanus. Lee, Jack & anak-anak teramat sedih. Hari-hari dipenuhi resah karena semua mengkhawatirkan George. Kedua anak yang diutus membeli obat ke kota terlambat sampai ke Shandan. Saat obat itu datang, George telah tiada (21 July 1945).
Mereka semua menguburkan George di pekarangan. Mereka tetap ingin bersama George walau keadaannya sudah berubah. Mereka berkata satu hal tentang George, "Ia berasal dari negeri yang jauh, namun hati & jiwanya tulus ingin tinggal di sini (Cina)".
George Aylwin Hogg merupakan salah seorang pahlawan bagi bangsa Cina.
Mengapa yang baik harus cepat sekali pergi ?
Saya sangat bersedih, namun saya sangat bahagia, karena pernah ada orang seperti George.
George Aylwin Hogg adalah salah satu sosok inspirasi bagi saya.
Semoga kita semua juga bisa menebarkan kebaikan & menjadi orang yang berguna bagi orang banyak seperti apa yang sudah dilakukan George. Amin..
Sumber :