Minggu, 20 April 2014

Tugas : Rangkuman Penulisan & Flowchart Prosedur Pendaftaran Hak Cipta



Nama   :   Diah Ayu Lestari
NPM   :   11110946
 

Nama Dosen   :   Rifki Amalia
Mata Kuliah   :   Etika & Profesionalisme TSI 







Rangkuman Penulisan 1 : Perbandingan Cyber Law di Negara Indonesia, Malaysia dan Eropa
 
  • Cyber Law : merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu Negara tertentu dan peraturan yang dibuat itu hanya berlaku kepada masyarakat Negara tertentu.
  • Cyber Crime : merupakan suatu kegiatan yang dapat dihukum karena telah menggunakan computer dalam jaringan internet yang merugikan dan menimbulkan kerusakan.
  • Cyber Law di Indonesia :  Cyber Law atau Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sendiri baru ada di Indonesia dan telah disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari 13 bab dan 54 pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi di dalamnya.  
  • Cyber Law di Malaysia :  Digital Signature Act 1997 merupakan Cyber Law pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan cyberlaw ini adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis. Pada cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997.  
  • Computer Crime Act (CCA) : merupakan undang-undang penyalahgunaan informasi teknologi di Malaysia.
  • Council of Europe Convention on Cybercrime : merupakan organisasi yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia internasional. COECOC telah diselenggarakan pada tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria. Konvensi ini telah disepakati oleh masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka untuk diakses oleh negara manapun di dunia.










Hak Kekayaan Intelektual, disingkat “HKI” atau akronim “HaKI”, adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir yang menghasikan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.

Salah satu  cabang dari HAKI adalah Hak Cipta. Hak eklusif bagi pencipta atas pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah pengertian Hak Cipta menurut pasal 1 UU no 19 Th 2002.



Ruang Lingkup Hak Cipta

  • Ciptaan yang Dilindungi



  • Ciptaan yang Tidak Diberi Hak Cipta

Sebagai pengecualian terhadap ketentuan di atas, tidak diberikan Hak Cipta untuk hal – hal berikut :

  1. Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara
  2. Peraturan perundang-undangan
  3. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah
  4. Putusan pengadilan atau penetapan hakim
  5. Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya

Prosedur Pendaftaran Hak Cipta di Indonesia 
Di Indonesia, pendaftaran hak cipta diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, Pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Permohonan pendaftaran hak cipta dapat dikenakan biaya  sesuai UU 19/2002 pasal 37 ayat 2.


  • Persyaratan Permohonan Hak Cipta










Rangkuman Penulisan 3 :  Keterbatasan UU ITE dalam Penggunaan Teknologi Informasi


UU ITE  (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik)  adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

Tentang UUD ITE ini ada hal positif dan negatifnya :


Hal positif :

  •  Meminimalisir penyalahgunaan internet 
  • Melindungi pihak yang menjadi korban dari kejahat di dunia maya 
  • Memberikan perlindungan hukum terhadap transaksi dan sistem elektronik  
  • Mencegah kejahatan dunia maya 
  • Dapat memberikan peluang bisnis baru bagi para wiraswasta 
 
Hal negatif :

  • Membatasi ruang gerak user dalam berekspresi atau menyampaikan sesuatu hal di dunia cyber, contoh seperti kasus prita pada tahun 2009 lalu. 
  • Memblokir situs-situs yang di anggap porno, memfitnah kaum tertentu padahal di lain sisi tidak semua di situs tersebut berdampak negatif , ada pelajaran positif juga yang dapat di ambil dari situs tersebut.









Rangkuman Penulisan 4 :  Pokok Pikiran & Implikasi RUU ITE Indonesia

UU ITE  (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik)  adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.


Pokok Pikiran dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terdapat dalam pasal – pasal di bawah ini :
  • Pasal 8 Pengakuan Informasi Elektronik

  • Pasal 9 Bentuk Tertulis

  • Pasal 10 Tanda tangan

  • Pasal 11 Bentuk Asli & Salinan

  • Pasal 12 Catatan Elektronik

  • Pasal 13 Pernyataan dan Pengumuman Elektronik 

Transaksi Elektronik terdapat dalam pasal-pasal berikut ini :
  • Pasal 14 Pembentukan Kontrak
  • Pasal 15 Pengiriman dan Penerimaan Pesan
  • Pasal 16 Syarat Transaksi

  • Pasal 17 Kesalahan Transkasi

  • Pasal 18 Pengakuan Penerimaan

  •  Pasal 19 Waktu dan lokasi pengiriman dan penerimaan pesan

  • Pasal 20 Notarisasi, Pengakuan dan Pemeriksaan

  • Pasal 21 Catatan Yang Dapat Dipindahtangankan


Implikasi Pemberlakuan RUU ITE


Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.




Tugas Skema Flowchart dari Penulisan ke 2 : Undang - Undang Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia

 
Berikut adalah Flowchart Prosedur Permohonan Hak Cipta 
(cabang dari Hak Kekayaan Intelektual)







Berikut salah satu contoh Prosedur Permohonan HAKI di daerah Yogyakarta







Jumat, 18 April 2014

Pokok Pikiran & Implikasi RUU ITE Indonesia

Sumber


Nama   :   Diah Ayu Lestari
NPM   :   11110946

Nama Dosen   :   Rifki Amalia
Mata Kuliah   :   Etika & Profesionalisme TSI









UU ITE  (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik)  adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

Pokok-Pokok Pikiran dalam RUU ITE

Kemajuan spektakuler di bidang teknologi komputer berupa internet berdampak besar pada globalisasi informasi yang menjadi pilar utama perdagangan dan bisnis internasional. Teknologi informasi selalu menghadapi tantangan baru dan selalu ada sesuatu hal baru yang perlu dpelajari agar bisa menjawab tantangan baru yang selalu mucul dalam kurun waktu yang sangat cepat.

Hukum lahir menyertai perkembangan masyarakat untuk menjamin adanya ketentraman hidup bermasyarakat. Demikian halnya dengan hukum perdangangan internasional yang berbasis teknologi informasi, setiap transaksi elektronik perlu diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan yang baru yaitu UU Informasi dan Transaksi Elektronik Np. 11 tahun 2008.





Pokok pikiran dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terdapat dalam pasal – pasal di bawah ini :
  • Pasal 8 Pengakuan Informasi Elektronik
  • Pasal 9 Bentuk Tertulis
  • Pasal 10 Tanda tangan
  • Pasal 11 Bentuk Asli & Salinan
  • Pasal 12 Catatan Elektronik
  • Pasal 13 Pernyataan dan Pengumuman Elektronik 
 
Transaksi Elektronik terdapat dalam pasal-pasal berikut ini :
  • Pasal 14 Pembentukan Kontrak
  • Pasal 15 Pengiriman dan Penerimaan Pesan
  • Pasal 16 Syarat Transaksi
  • Pasal 17 Kesalahan Transkasi
  • Pasal 18 Pengakuan Penerimaan
  •  Pasal 19 Waktu dan lokasi pengiriman dan penerimaan pesan
  • Pasal 20 Notarisasi, Pengakuan dan Pemeriksaan
  • Pasal 21 Catatan Yang Dapat Dipindahtangankan






Implikasi Pemberlakuan RUU ITE

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.



Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Transaksi Elektronik.



Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.




Kronologis perjalanan UU ITE

Perjalanan UU ITE memerlukan waktu yang lama (5 tahun). Hal ini menyebabkan UU ITE menjadi sangat lengkap karena RUU ITE telah melalui banyak pembahasan dari banyak pihak. Sehingga konsultan yang disewa oleh DEPKOMINFO pun menilai bahwa UU ITE ini terlalu ambisius karena Indonesia adalah negara satu-satunya di dunia yang hanya mempunyai satu Cyber Law untuk mengatur begitu luasnya cakupan masalah dunia Cyber, sementara negara lain minimal memiliki tiga Cyber Law. Namun Bapak Cahyana sebagai pemateri malah bersyukur dengan keadaan ini.



Beliau menjelaskan lebih lanjut kondisi nyata di lapangan, betapa berbelitnya proses pengesahan suatu RUU di DPR. Sehingga bagi Indonesia lebih baik memiliki satu Cyber law saja sehingga DEPKOMINFO lebih leluasa menindak lanjuti UU ITE dengan membuat Peraturan Pemerintah yang masing-masing mengatur hal-hal yang lebih detail.



Latar belakang Indonesia Memerlukan UU ITE



Latar belakang Indonesia memerlukan UU ITE karena:
  1. Hampir semua Bank di Indonesia sudah menggunakan ICT. Rata-rata harian nasional transaksi RTGS, kliring dan Kartu Pembayaran di Indonesia yang semakin cepat perkembangannya setiap tahun.
  2. Sektor pariwisata cenderung menuju e-tourism ( 25% booking hotel sudah dilakukan secara online dan prosentasenya cenderung naik tiap tahun).
  3. Trafik internet Indonesia paling besar mengakses Situs Negatif, sementara jumlah pengguna internet anak-anak semakin meningkat.
  4. Proses perijinan ekspor produk indonesia harus mengikuti prosedur di negera tujuan yang lebih mengutamakan proses elektronik. Sehingga produk dari Indonesia sering terlambat sampai di tangan konsumen negara tujuan daripada kompetitor.
  5. Ancaman perbuatan yang dilarang (Serangan (attack), Penyusupan (intruder) atau Penyalahgunaan (Misuse/abuse) semakin banyak.


Dari Pasal – pasal diatas, semua adalah yang mencakup di dalam Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Segala aspek yang diterapkan dalam perdagangan dan pemberian informasi melalui Elektronik sudah dijelaskan dalam pokok pikiran RUU tersebut.